Kios Cukur Pak Thohir begitu fenomenal di Kota Kediri. Sepanjang ingatan saya, tempat ini tidak pernah sepi pengunjung. Selalu dipenuhi antrian pelanggan mulai buka hingga tutup. Sejak kecil Ayah sudah mengajak saya ke tempat ini setiap kali rambut saya mulai panjang dan perlu dirapikan. Alasan utamanya mungkin karena lokasinya yang dekat dengan rumah, hanya tinggal berjalan kaki sekitar 100 meter. Saat itu saya masih harus menggunakan bangku tambahan untuk memudahkan Pak Thohir merapikan rambut saya. Itu terjadi sekitar tahun 1975-an.
Hingga saat ini, menjelang tahun 2020, saya tidak pernah berpindah ke lain hati dalam hal potong rambut. Meskipun sempat “libur” potong rambut di sini karena kuliah dan sempat tinggal di Surabaya selama 10 tahun, sejak pulang kampung tahun 2000 saya kembali setia dengan Kios Cukur Pak Thohir. Meskipun saat itu Pak Thohir sudah wafat dan digantikan anaknya, Farid, yang seusia saya, hingga saat ini. Bahkan anak saya sejak kecil sampai sekarang selalu menyempatkan potong rambut di sini setiap kali pulang ke Kediri.
Sebenarnya tidak ada yang istimewa dari Kios Cukur Pak Thohir ini. Di tengah pertumbuhan kios cukur yang lain, tempat potong rambut berkelas salon, bahkan hingga maraknya “barber shop”, Kios Cukur Pak Thohir (tetap dikenal dengan nama begitu) justru seakan nampak kuno dan jauh ketinggalan zaman dengan tampilan kios dan perlengkapan cukur peninggalan Pak Thohir. Sementara salon dan barber shop lain bersolek dengan tampilan kekinian. Letaknya memang cukup strategis di jalan sekunder di tengah kota dengan ukuran kios sekitar 2 x 5 meter saja. Tapi Kios Cukur Pak Thohir tetap tidak pernah sepi pelanggan. Dalam suatu waktu pernah kios cukur ini memiliki 2 tenaga cukur saking ramainya pelanggan. Dalam kacamata bisnis modern, ini yang dinamakan keberhasilan membangun customer engagement.
Setelah ngobrol dengan Farid, saya menemukan fakta bahwa kebanyakan pelanggan Kios Cukur Pak Thohir ini adalah pelanggan lama ayahnya dan atau kerabat keturunannya (seperti saya dan anak saya). Nyaris tidak ada pelanggan yang benar-benar baru. Kalau pun ada, hanya sekedar coba-coba dan jarang yang kembali lagi. Mungkin karena kurang sesuai dengan ekspektasi mereka. Dan pelanggan-pelanggan ini tak jarang datang dari daerah yang cukup jauh dari Kota Kediri. Yang dicari oleh para pelanggan ini sebenarnya adalah KENANGAN. Terkadang setelah merapikan rambut, mereka meluangkan waktu beberapa saat untuk sekedar bercengkerama dengan Farid tentang kenangan mereka dengan Pak Thohir, tentang perkembangan Kota Kediri, atau tentang hal apa saja. Farid yang mengetahui benar karakteristik pelanggannya tentu harus memberikan “excellent service” dengan cara mendengarkan dan menimpali.
“Memang segmen pasar kami seperti itu, ya mau gimana lagi? Harus dilayani dengan baik supaya tidak hilang”, begitu ungkap Farid. Sehingga, mau tak mau Farid harus memperluas wawasannya mengenai topik-topik obrolan yang digemari pelanggannya. Dengan demikian, segmen pasar yang ada akan terus terjaga, terikat (engage) dan menurunkan preferensinya akan Kios Cukur Pak Thohir ke kerabat keturunannya.