Skip to content

Coach Fianda

Coach Fianda

Coach Kota Vs Coach Kampung

Saya teringat chat via Telegram dengan seorang kenalan baru beberapa bulan lalu. Kami bertemu di satu grup yang sama yang membahas tentang coaching. Dia berinisiatif menyapa saya via jalur pribadi terlebih dahulu karena hanya kami berdua yang aktif di grup itu. Ngobrol di grup yang anggotanya lumayan banyak serasa ngobrol via jalur pribadi. Daripada dianggap berisik oleh anggota grup yang lain, lebih baik benar-benar pindah ke jalur pribadi.

Yang kami bahas di jalur pribadi tak jauh dari dunia coaching dan pendampingan. Awalnya dia bertanya pengalaman saya dalam dunia professional coaching. Maksudnya, yang coachee-nya membayar. Saya jawab terus terang bahwa saya belum pernah memberikan coaching yang coachee-nya membayar untuk layanan yang saya berikan. Yang selama ini saya layani adalah coaching bagi para pelaku UMKM yang biayanya ditanggung oleh pihak sponsor. Sponsor ini bisa instansi pemerintahan, BUMN atau lainnya.

Dari pembicaraan awal itu, obrolan berlanjut ke tarif coaching. Rada kaget juga waktu dia sebutkan beberapa lembaga coaching skala nasional yang tarifnya berkisar 5-50 juta untuk 2 sesi coaching @ 30-90 menit per bulan untuk pasar korporasi. Untuk pasar UMKM dia menyebut kisaran angka 500 ribu. Tapi saya rasa kisaran angka yang disebut itu sangat amat wajar sekali untuk skala kota besar dan korporasi.

Bagi saya, strategi mengembangkan lembaga jasa pendampingan sangat berbeda antara kota besar dan kota kecil. Masyarakat industri di kota besar cenderung lebih melek informasi dan ada rasa butuh (need) untuk pendampingan, sehingga bisa menggunakan pola B2C (Business To Customer) atau B2B (Business To Business). B2C artinya menawarkan secara langsung ke pelanggan, baik melalui preview seminar, media online dan sebagainya. Ini berlaku untuk coaching yang bersifat personal, seperti life coaching. Sedangkan B2B merupakan penawaran ke pasar korporasi untuk pendampingan seperti business coaching.

Sedangkan di kota kecil yang relatif belum ada rasa kebutuhan terhadap pendampingan, pendekatan yang tepat adalah dengan menggunakan B2G (Business To Goverment), artinya coaching terhadap obyek dampingan (coachee) yang biayanya ditanggung oleh instansi pemerintah atau BUMN.

Baik metode B2C, B2B atau B2G, secara pendekatan bisnis ketiganya memiliki karakter masing-masing dalam pola penawarannya. Meskipun begitu, secara esensi pemberian jasa pendampingan atau coaching tentunya harus tetap mengikuti ketentuan profesi yang sama.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *