Konsep design thinking awalnya banyak digunakan pada proses mendesain produk yang berbasis pada user atau pengguna. Tujuannya adalah untuk menghasilkan produk yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan pengguna. Contoh pemanfaatan design thinking dapat dilihat pada desain website dan aplikasi perusahaan-perusahaan besar yang nyaman untuk dilihat dan dioperasikan karena dirancang berdasarkan user experience atau sering diistilahkan dengan UX designed. Atau perencanaan kemasan produk yang menyesuaikan kebutuhan pengguna, misalnya kemudahan dipegang, warna kemasan, dan sebagainya.

Untuk itu, proses design thinking selalu diawali dengan menggali informasi dari pengguna yang diistilahkan dengan emphatize. Karena bersifat human-centered, alias berpusat pada manusia, maka tahap emphatize ini lebih banyak menggunakan pendekatan wawancara untuk mendalami dan merasakan berbagai permasalahan dan keluhan yang dialami pengguna.

Informasi detil dari pengguna produk akan digunakan untuk proses selanjutnya, yaitu tahap define yang merupakan tahap menggambarkan suatu solusi yang dibutuhkan untuk memecahkan masalah pengguna produk. Proses ini diawali dengan sintesis permasalahan, yaitu mendapatkan insight atau permasalahan sebenarnya dari apa yang dirasakan dan dialami oleh pengguna.

Tahap berikutnya adalah ideate, yaitu tahap menggambarkan solusi yang dibutuhkan. Ideate ini semacam brainstorming berbagai ide liar yang muncul di benak praktisi design thinking tanpa harus menjustifikasi aspek logis dari ide tersebut. Setelah semua ide tercurahkan, baru kemudian disusun ide yang paling layak beserta tahapan eksekusinya dan dilakukan validasi melalui diskusi kelompok. Ini yang diistilahkan dengan tahap prototype.

Proses design thinking diakhiri dengan mengetes prototype yang telah dirancang. Jika hasil yang didapatkan sesuai dengan harapan, berarti keseluruhan proses design thinking dapat dianggap selesai. Tetapi, jika belum mendapatkan hasil yang diharapkan, maka proses harus kembali ke tahap ideate.

*****

Dalam konteks pendampingan UMKM, tahapan-tahapan design thinking ini dapat diaplikasikan pendamping UMKM untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh UMKM dampingannya.

Misalnya, saat UMKM mengalami penurunan penjualan dan mengharapkan pendampingan aspek pemasaran, maka pendamping UMKM terlebih dahulu harus menggali penyebab penurunan penjualan hingga menemukan permasalahan sebenarnya. Tidak mungkin seorang pendamping UMKM langsung memberikan solusi berdasarkan pengalamannya sendiri, misalnya, untuk menjalankan pemasaran online karena bisa jadi solusi tersebut tidak sesuai dengan permasalahan yang dihadapi UMKM dampingannya.

Design thinking merupakan perangkat yang dahsyat untuk memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi UMKM. Tentunya, memerlukan penyederhanaan cara penyampaian agar UMKM dapat memahami proses design thinking dengan lebih praktis. Pelaku UMKM yang dapat menerapkan design thinking dalam usahanya akan memperoleh nilai tambah tersendiri karena mampu memecahkan permasalahan berdasarkan kebutuhan penggunanya.

Memahami Design Thinking Untuk UMKM

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Social media & sharing icons powered by UltimatelySocial
Instagram